15 September 2006

Demi Doktor Rela Jadi Pemulung

"Uang beasiswaku cuma AS $ 1.200 sebulan. Separonya buat sewa apartemen. Sementara di sini aku hidup bersama istri dan kedua anakku yang masih sekolah di SD dan TK," begitu Ario (bukan nama sebenarnya), kandidat doktor bidang ekonomi di Michigan State University, Amerika Serikat, memulai kisahnya.

Tentu timbul pertanyaan, memangnya bisa hidup di Amerika Serikat (AS) hanya dengan AS $ 600 sebulan? Tambah heran manakala Ario ternyata juga memiliki dua mobil, meski bukan keluaran terbaru. Yang satu edisi tahun 1992, satunya lagi tahun 1999. Dari mana ia memperoleh uang tambahan?

Beruntunglah Ario tinggal (sementara) di Negeri Paman Bush. Asal mau kerja uang bisa datang dari mana saja. Tentunya di sektor informal karena tidak diperlukan izin kerja. Misalnya, jadi petugas cleaning service, pelayan atau kasir restoran dan department store. Atau kalau mau bisa juga jadi "pemulung" dadakan, seperti mengumpulkan kaleng dan botol bekas minuman ringan setiap usai pertandingan American football. Jika tekun, dalam satu dua jam bisa terkumpul 2.000 kaleng dan botol. Dijual ke department store atau supermarket, sebijinya dihargai 10 sen. Jadi, dari mengais sampah itu terkumpul AS $ 200. Lumayan ’kan?

Selain pekerjaan blue collar macam itu, ada pula jenis pekerjaan white collar yang lebih "elite", semisal menjadi staf perpustakaan atau peneliti di sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Namun, pekerjaan sambilan yang cukup menjanjikan, bahkan yang sudah bergelar doktor pun mau melakukannya, ya loper koran.

Kecukupan tapi miskin

Pekerjaan Loper koran diminati karena tak membutuhkan banyak waktu. Cukup dua jam sehari (pukul 04.00 - 06.00), lima hari seminggu (Senin - Jumat). Hasil yang didapat lumayan, AS $ 800 sebulan. Kalau mau lebih (AS $ 1.500), sisihkan waktu 3,5 jam sehari selama seminggu. Syaratnya, harus mau bangun pagi-pagi sepanjang tahun, dan sanggup melawan teriknya panas Matahari musim panas atau dinginnya musim salju yang bisa sampai minus 30 derajat Celcius.

Ario sendiri memilih yang dua jam sehari sebab masih memerlukan waktu banyak buat mempersiapkan desertasi doktornya. Selesai mengantar koran pukul 06.00, ia masih sempat tidur selama dua jam sebelum menjalankan kegiatan akademis. Ario mengantar koran menggunakan Dodge tahun 1992 seharga AS $ 1.000.

Uniknya, solidaritas di antara para peloper koran ini begitu tinggi. Jika ada seorang loper yang berhalangan tugas karena sakit, bepergian keluar kota, atau merasa capek, selalu ada yang bersedia menggantikan tugasnya. Hal ini rupanya sudah menjadi semacam tradisi di kalangan mereka.

Setahun kemudian Ario berhasil membeli mobil Plymouth keluaran tahun 1999 seharga AS $ 5.000. Dananya diambil dari uang simpanan sebesar AS $ 1.000 dan sisanya pinjam dari koperasi kredit yang ada di lingkungan universitas tempat Ario menjadi anggotanya. Pengembalian pinjaman ini diambilkan dari hasil mengantar koran sebesar AS $ 100. Sangat ringan ’kan? Jadi, jangan pula heran kalau ada doktor yang dapat membeli rumah seharga AS $ 55.000 dengan cara dicicil sebesar AS $ 500, yang diambil dari dompet hasil kerja keras sebagai loper koran.

Meski secara kasat mata sudah berkecukupan, di mata hukum orang semacam Ario masih tergolong warga miskin di negara maju ini. Soalnya, batas kemisikinan di Michigan bila pendapatannya AS $ 25.000 per tahun, dengan catatan itu pendapatan formal. Sementara Ario cuma berpenghasilan AS $ 1.200 sebulan atau AS $ 14.400 setahun dari sektor formal.

Dengan status sebagai warga miskin itu, Ario memperoleh sejumlah kemudahan dan fasilitas. Umpamanya, periksa ke dokter dan beli obat gratis, melahirkan gratis, sekolah anak-anak pun gratis. Sudah begitu masih mendapat asuransi lagi. Bagi ibu yang melahirkan di sana, setiap bayi akan mendapat subsidi sebesar AS $ 125 per bulan, plus kupon untuk mendapatkan beberapa jenis makanan kalengan setiap bulannya seperti sereal, keju, jus, buah, dan sebagainya. Fasilitas ini diberikan sampai anak berusia lima tahun.

Universitas pun masih membagikan jatah makanan dan minuman kaleng dari apa yang disebut food bank setiap dua minggu sekali. Saking banyaknya makanan yang diterima, sering almari makan dan kulkas di apartemen Ario tidak muat lagi. Terpaksa makanan itu dibagi-bagikan ke tetangga atau teman yang membutuhkan.

"Barbeku" di-sale

Selain dimanja dengan fasilitas dan pekerjaan informal, hidup di negara makmur memiliki keuntungan lain. Banyak barang bekas dibuang begitu saja. Misalnya, alat-alat rumah tangga, barang elektronik, sepeda, dan perabotan. Umumnya, barang-barang yang masih bagus menurut ukuran kita itu layak pakai. Kalaupun rusak, masih bisa diperbaiki.

Sebenarnya, tidak begitu tepat jika dibilang barang bekas. Soalnya, "barbeku" (barang bekas tapi bermutu - begitu istilah mereka) itu sengaja diletakkan dengan rapi di samping bak sampah yang bersih dan tidak bau. Jadi, orang merasa enak saja mengambilnya. Kadang pula diletakkan di tempat yang kerap dikunjungi para ibu rumah tangga, seperti di tempat laundry atau tempat parkir.

Tak jarang "barbeku" itu diserahkan ke badan-badan sosial, yang kemudian dijual kembali ke toko-toko barang bekas. Uang hasil penjualan lalu disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan. Toko "barbeku" yang biasa disebut thrift store itu hampir selalu bisa dijumpai di seluruh kota di AS. Meski di negara maju, peminat "barbeku" ternyata banyak juga. Harganya memang miring. Ambil contoh, baju baru seharga AS $ 15 - 20, di thrift store cuma AS $ 2 - 3.

Selain thrift store, cara lain memperoleh "barbeku" bisa lewat garage sale. Tempat seperti ini paling ramai terjadi pada musim semi hingga panas, dan biasanya dipilih di hari Sabtu atau Minggu. Atau juga lewat moving sale; ini istilah untuk penjualan barang-barang yang dilakukan oleh mahasiswa yang sudah selesai masa studinya. Hampir semua barang yang ada di apartemen diobral. Sale ini paling ramai saat bulan Juni - Agustus kala terjadi pertukaran mahasiswa yang menempati permukiman mahasiswa.

Masih banyak jenis sale lain, seperti estate sale dan rummage sale. Yang pertama diadakan saat penghuni rumah pindah dan menjual rumah beserta isinya. Bisa juga saat penghuni rumah meninggal dan pada hari tertentu rumah akan dibuka untuk umum. Kita harus menelusuri isi rumah untuk melihat barang apa yang kita butuhkan.

Sedangkan rummage sale diadakan di sekolah, gereja, mesjid, rumah sakit, dan lainnya. Tujuannya untuk mencari dana bagi sebuah organisasi nirlaba. "Barbeku" dalam sale ini bukan barang-barang sumbangan anggota masyarakat saja, tapi juga bake sale; ini penjualan makanan bikinan sendiri yang menjadi kegemaran masyarakat.

Itulah salah satu sisi enaknya hidup di negara makmur dan maju seperti Amerika Serikat.

Source: http://kompas.com/ver1/ Kesehatan/0609/ 15/020411.htm

Tidak ada komentar: